Kenangan bersama ibu; Kostan Geger Kalong, Bandung.
Rasa-rasanya untuk 26 tahun perjalanan hidup,
saya dapat mengatakan bahwa kehilangan adalah guru terbesar dalam hidup saya.
Ada satu moment yang tidak akan pernah saya
lupakan seumur hidup. Kala itu di ruang HCU rumah sakit, setelah 3 jam berjuang
melawan koma, dokter memberikan isyarat bahwa sepertinya hanya mukzijat yang
bisa menyelamatkan ibu. Di tengah keriuhan para tenaga medis yang berusaha
keras membuat ibu tetap sadar, saya dan kakak kandung ibu bergantian
melafadzkan kalimat-kalimat Allah di telinganya.
Saya masih
berharap ibu masih bisa diselamatkan. Namun saturasi ibu semakin memburuk.
Hingga pada suatu titik dengan berurai air mata saya berbisik di telinga ibu,
“Ibu, jika ibu masih kuat teruslah
berjuang untuk hidup. Untuk teteh Chia dan Ezzy. Tapi jika ibu udah engga kuat,
ibu boleh pergi. Ibu gak perlu khawatir, insyaAllah segala urusan ibu di dunia
akan chia selesaikan."
Tak lama berselang
dari itu tepat pukul 11.20 siang ibu saya menghembuskan napas terakhirnya. Ibu kembali kepada Tuhan yang menciptakannya. Seketika tangis sedih meledak.
Saya melemah. Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa saya akan kehilangan
ibu secepat ini dan dalam kondisi ini. Saat itu saya sedang hamil 3 bulan dan sebelumnya ibu saya sangat mendambakan seorang cucu.
Saya masih
teringang ketika saya petama kali mengabarkan kepada ibu bahwa saya positif hamil,
ibu bahagia luar biasa. Ibu berkata bahwa ia tidak sabar menggendong dan
mengajak main cucunya kelak. Ibu selalu berucap bahwa kelak dia ingin dipanggil
‘enin’ oleh cucunya. Bahkan Ibu pernah berujar, “udah nanti teteh chia kerja
aja, biar anakmu ibu yang ngurus.” Membayangkan itu saya hanya bisa tersenyum
karena saya melihat rona kebahagiaan di raut wajah ibu.
Ah tapi ternyata
rencana Allah memang lebih indah.
Hari itu Jumat 22
September 2017 saya kehilangan ibu, dimana keesokan harinya tepat tanggal 23
September 2017 merupakan 3 tahun kepergian Ayah.
Kehilangan ayah
dan ibu merupakan salah satu kehilangan terbesar dalam hidup saya. Apa yang
paling menyedihkan menjadi yatim-piatu disaat kamu masih ingin membahagiakan
ayah dan ibumu? Namun saya bisa apa? Jika pada kenyataan saya memang tidak
memiliki apa-apa. Bahkan ayah dan ibu saya sendiri. mereka milik Allah dan
kembali ke Allah.
Hingga detik
ini, saya masih sering memimpikan ibu. Di mimpi-mimpi saya, ibu hidup. Kami sering
bercengkrama. Begitupun di hati saya, ibu akan hidup selamanya.
Rencana Allah
memang lebih indah.
Jika kehilangan
ayah dan ibu adalah salah satu kehilangan terbesar di dalam hidup saya,
maka kehilangan mereka berdua merupakan suatu proses pembelajaran hidup yang
besar pula untuk saya. Allah memberikan saya kesempatan untuk belajar. Allah
mengirimkan badai disertai gemuruh dan derasnya hujan. Namun satu hal yang saya
selalu percaya, hingga pada waktuNya yang indah kelak Allah akan memunculkan
pelangi selepas segala kehilangan ini. insyaAllah.
0 comments