foto: Koleksi Pribadi
Saya
terpengkur cukup lama memandangi layar notebook.
Sebentar menulis, lalu dihapus lagi. Begitu seterusnya. Hingga rasanya tidak
ada topik menarik yang saya dapat ceritakan di blog ini. Bukan tidak ada. Tapi
tidak bisa.
Saat saya
menilik kembali postingan terakhir yang diunggah di blog ini, ternyata cukup
lama juga saya tidak menulis. Mungkin otak saya sudah beku atau saya mulai
kehilangan kemampuan dalam menulis. Sebetulnya
ide-ide itu sering kali muncul. Semisal saat saya sedang membaca jurnal ilmiah,
sedang di perpustakaan untuk menggarap tesis, sedang di sekolah untuk
penelitian riset, atau saat memperhatikan sepasang muda-mudi yang sedang
bertengkar di depan gerbang kampus. Ide-ide itu tumpah ruah. Tapi anehnya saat saya
menghadapi layar notebook, ide-ide
yang sedianya berhamburan menjadi kabur dan hilang. Mungkin ini yang sering
disebut writer’s block? Entahlah,
saya juga tidak yakin apa saya benar-benar seorang penulis.
Dibanding
menulis, belakangan saya lebih sering
bertanya kepada diri sendiri. Membuat percakapan intim antara saya dan diri
saya sendiri. Tentang apapun. Pertanyaan-pertanyaan itu sering berseliweran di
kepala saya hingga terkadang saya sering menasehati diri untuk tidak terlalu
kritis pada diri sendiri.
Setelah ini kamu mau apa?
Saat ini
penyelesaian tesis memang menjadi prioritas. Cukup melelahkan memang
prosesnya. Tidak ada pilihan lain, selain menyelesaikan apa yang sudah kamu mulai,
kan? Tapi jika boleh berandai-andai,
jika urusan akademikmu selesai nanti, kamu apa lagi? Beberapa teman
tertarik untuk menjajal menjadi dosen, beberapa tetap memilih menjadi guru
karena mungkin selain sudah memiliki nuptk, mereka juga telah mendapatkan
pekerjaan tetap. Beberapa lagi memilih melanjutkan kembali sekolah baik di
dalam negeri maupun ke luar negeri. Sedangkan kamu mau apa lagi?
Masih bermimpi untuk tinggal di kota impianmu?
Saat ini
saya mulai mengemasi kenangan saya dengan Bandung. Karena dimungkinkan beberapa
bulan ke depan saya akan meninggalkan Bandung. Saya mulai mencari-cari kesempatan
bekerja di berbagai kota selain Jakarta. Saya ingin berjarak dengan Jakarta dan
mencari tempat tinggal yang saya anggap layak untuk dapat membesarkan anak serta merawat
keluarga saya kelak. Tapi setelah saya merancang mimpi demikian, saya membaca
pesan whatsapp dari ibu saya, “Semangat ya Teh,
cepet lulus! Biar kita bisa kumpul lagi di rumah.”
Tentang jodoh, bagaimana?
Untuk
pertanyaan ini, saya sudah pada tahap berserah. Berserah disini bukan pasrah. Tapi
saya sudah lelah dengan drama-percintaan-abg-yang-sering-saya-lihat-dimana-mana.
Jadi Tuhan, saya mohon kirimkan cinta & jodoh yang bisa mendewasakan saya, yah.
Apa kabar impianmu?
Saya kembali
menekuri tiap goals hidup yang terpampang
di dinding kamar. Saya bukan orang yang ambisius, tapi ingin hidup
yang memiliki arah. Mimpi-mimpi itu saya ciptakan atas ego saya sendiri. Tanpa
intervensi pihak manapun.
Jika kelak kamu tidak sendiri lagi, impian itu bukan lagi milikmu sendiri, kan? Kamu harus berbagi dengan dia. Atau setidaknya kamu harus menoleransi dengan banyak mengubur mimpi-mimpimu demi mimpi-mimpi bersama.
Baiklah, kalo itu tidak jadi soal.
Jika kelak kamu tidak sendiri lagi, impian itu bukan lagi milikmu sendiri, kan? Kamu harus berbagi dengan dia. Atau setidaknya kamu harus menoleransi dengan banyak mengubur mimpi-mimpimu demi mimpi-mimpi bersama.
Baiklah, kalo itu tidak jadi soal.
Kepan terakhir kali kamu menangis?
Beberapa
minggu yang lalu.
Kenapa ?
Karena dosen
pembimbing meminta saya untuk mengulangi beberapa bagian riset di lapangan.
Tapi itu sudah terlewati, ternyata bukan perkara besar.
Kamu merindukan dia?
Sedikit.
Kenapa tidak menghubunginya?
Tidak mau.
Kenapa? Kamu gengsi?
Tidak, ada sedikit kekhawatiran. Saya hanya tidak mau terjerumus pada cinta yang dangkal dan
sempit.
Tau dari mana kamu kalau itu dangkal & sempit?
Seperti yang
sudah-sudah.
Tapi kamu kemarin malam memimpikannya, kan?
Kamu masih
percaya mimpi? Wahai diri, berhentilah bertanya. Sedari pagi kamu sendu, dan
sendu sepertinya lelah menemanimu. Jadi tidurlah, tanpa banyak bertanya dan
lepaskan sendumu itu.
Baiklah, kepala batu! [*]
0 comments