Semua
berawal saat aku melakukan observasi di sebuah SD untuk keperluan riset tesisku.
Kala itu guru di kelas tersebut berhalangan hadir, jadilah aku diminta untuk
menghandle pembelajaran di kelas. Padahal niat awalku hanyalah melakukan observasi
kelas bukan untuk mengajar, sehingga aku tidak memiliki persiapan apapun.
Saat itu kelas
berisikan kurang lebih 15 anak dengan ukuran kelas yang tidak lebih dari 3x3m
saja. Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengajar bahasa inggris (ya walaupun
kemampuan bahasa inggrisku masih jauh dari layak, tapi kupikir untuk ukuran
sekolah dasar masih bisa aku kuasai ahaha).
Kala itu, aku
mengajarkan tentang materi; perkenalan diri, cita-cita, dan mengenal benda-benda
di sekeliling dengan bahasa inggris. Terlebih dahulu aku mencontohkan kepada
anak-anak cara memperkenalkan diri menggunakan bahasa inggris. Selanjutnya aku meminta
tiap anak maju ke depan kelas untuk memperkenalkan diri mereka dengan bahasa
inggris. Setelah itu, aku banyak menyelingi pembelajaran dengan quiz dan games agar anak-anak tidak bosan. Kupikir reinforcement pada pembelajaran kali itu juga penting untuk
dilakukan, baik reward maupun punishment.
Ada banyak
reaksi yang kudapatkan saat meminta anak-anak untuk langsung berbicara dengan
bahasa inggris. Ada yang malu-malu, grogi, bahkan takut. Hanya sedikit yang
memiliki keberanian dan tak takut salah. Namun aku melihat bahwa keseluruhan
anak-anak ingin belajar. Aku bahagia, karena walaupun terbersit keraguan di
benak mereka namun mereka tidak berhenti mencoba.
Tujuanku dalam
pembelajaran bahasa inggris kala itu lebih menekankan supaya mereka mau
bereksplorasi dengan bahasa asing. Pembelajaran kali ini bukan untuk membentuk
mereka memiliki kemampuan bahasa inggris yang fluent. Tapi terlebih dahulu aku ingin menumbuhkan rasa percaya
diri di dalam diri mereka bahwa jangan pernah malu dan takut salah saat
berbahasa asing.
Menurut
perspektifku pembelajaran berlangsung cukup efektif. Anak-anak yang awalnya
malu-malu dan takut berbicara di depan kelas menggunakan bahasa inggris,
perlahan-lahan mau mencobanya walaupun dengan beberapa kesalahan. Tapi itu tak
jadi soal, karena aku ingin mereka semua mencoba.
Ada beberapa
hal yang aku cermati dari pembelajaran di kelas kala itu. Bahwa menumbuhkan
kepercayaan diri di tiap anak memang diperlukan. Saat kita memberikan kepercayaan
kepada mereka dan menyakinkan mereka bahwa ‘salah itu tidak apa’, maka kita
seperti menumbuhkan pelita di dalam diri mereka. Mereka menjadi ingin mencoba
dan tak takut lagi. Mengapa harus takut berbahasa asing? prinsipnya sederhana, tidak
jadi soal kita melakukan kesalahan saat berbahasa asing, toh memang itu bukan mother tongue kita. Yang paling penting tidak
berhenti belajar.
Di akhir
pembelajaran, aku melakukan evaluasi pembelajaran. Aku menginginkan mereka
mengevaluasi kinerjaku dengan meminta setiap anak berkomentar tentang pembelajaran
baru saja dilakukan. Mereka pun berebut untuk berkomentar. Sebagian berkomentar bahwa pembelajaran yang dilakukan
menyenangkan karena tidak tergantung dengan buku dan diselingi dengan berbagai fun games.
Beberapa lagi malah berkomentar, “teteh,
teteh besok ngajar lagi disini yah teh.” Aku hanya terkekeh mendengar celotehan
mereka.
Selang beberapa
hari, aku melakukan observasi kembali ke SD tersebut. Saat aku bertemu kembali dengan anak-anak dari kelas itu, aku
diminta untuk kembali mengajar disana oleh mereka. Aku bilang tidak bisa,
karena aku hanyalah guru pengganti saat itu. Setelahnya ada seorang anak yang
berujar “Teteh mau belajar lagi sama teteh. Mau les teh.” Mendengar kata-kata ‘les’,
akupun langsung tercenung.
Aha! Pikirku,
ini bisa menjadi pemasukan tambahan untuk bekal riset tesisku yang memakan
biaya cukup banyak. Aku langsung menyetujui hal tersebut dan kami pun langsung
janjian untuk bertemu pada sore harinya di taman kampusku. Sore harinya, 6
orang anak datang untuk belajar. Aku sempat tak percaya, kupikir anak-anak itu
hanya bercanda. Ternyata mereka serius untu belajar.
Dan hari itu
merupakan kali pertama pembelajaran dilakukan di rumah hati. Aku menyebutnya dengan rumah hati, karena rumah akan selalu meminta hati kita untuk tetap
tinggal.
Semua
bermula dari sini, dari langkah-langkah kecil kami di rumah hati ini. insyaAllah,
nanti akan kuceritakan tentang rumah hati
pada post-postku selanjutnya. Tentang anak-anak cahaya dan segala keajaibannya.
Salaam,
0 comments