“Jika hidup diibaratkan dengan menaiki bianglala, maka seharusnya
tak pernah ada rasa bahagia meletup-letup maupun sedih yang mendarah-darah. Karena
polanya selalu sama, terkadang di atas dan terkadang di bawah. Namun pada
kenyataannya, hidup tak sesederhana menaiki bianglala. Karena manusia selalu
memerlukan waktu untuk mendewasa.”
Berapakah harga sebuah kegagalan ?
Seseorang pernah
berkata, bahwa selagi muda kita memiliki banyak jatah gagal di dalam hidup. Tugas
kita hanya menghabiskan jatah gagal itu hingga akhirnya kita berproses dan
belajar dari segala kegagalan tersebut. Namun adakah orang yang tak kecewa saat berjumpa dengan kegagalan?
Saat menulis ini, perasaan saya sedang digandrungi kekecewaan yang cukup besar. Saya dinyatakan tidak lulus seleksi administrasi dari salah satu instansi pemerintah yang menyelenggarakan program beasiswa tesis. Sejatinya, beasiswa tersebut sudah lama saya idam-idamkan. Mengingat dana yang diperlukan untuk riset tesis saya tidaklah kecil, bahkan bisa dibilang cukup besar jika dibandingkan dengan biaya sehari-hari saya.
Saya kecewa.
Lebih tepatnya kecewa pada diri saya sendiri. Bagaimana bisa saya gagal pada
tahap awal penyeleksian beasiswa tersebut. Bahkan disaat teman-teman saya
dinyatakan lulus seleksi berkas dan lolos ke tahap berikutnya, saya dinyatakan
tidak lulus seleksi awal. Salah seorang teman berkata, ada beberapa kemungkinan (yang bersifat teknis) mengapa saya bisa gagal. Kemungkinan saya keliru dalam
mengunggah berkas-berkas yang semestinya, sehingga berkas-berkas tersebut terlewat dan tidak terdeteksi. Atau mungkin ada pertimbangan-pertimbangan pemberi beasiswa, sehingga saya dinyatakan tak layak untuk lulus seleksi awal. Ya, segala
kemungkinan itu memang bisa terjadi.
Beberapa orang
menasehati saya untuk sabar dan belajar mengikhlaskannya. Namun kata ikhlas tak
semudah pengucapannya belaka, saya masih membutuhkan banyak waktu
untuk belajar benar-benar mengikhlaskannya.
Jika
diibaratkan, sama seperti saat kamu ingin berlomba berlari. Kamu telah berlatih
berhari-hari. Mencurahkan segenap tenaga dan perhatiaanmu hanya demi lomba itu. Namun pada
hari perlombaan itu dilangsungkan, kamu didiskualifikasi oleh panitia. Kamu
kalah, bahkan sebelum kamu melakukan lomba lari. Hal itu dikarenakan sepatumu
hilang ulah kecerobohanmu sendiri dan panitia telah memiliki peraturan bahwa
setiap peserta lomba harus menggunakan sepatu. Hancur? Sudah pasti.
Pada akhirnya
nanti mau tidak mau suka tidak suka, saya memang diharuskan untuk belajar
mengikhlaskan. Walaupun kini hati saya masih dilanda kekecewaan, namun saya
selalu percaya bahwa Tuhan selalu punya rencana.
Kini yang
harus saya lakukan adalah memutar otak untuk menutupi pembengkakan biaya riset tesis
saya. Bekerja paruh waktu dan berburu lomba-lomba menulis menjadi alternatif
jalan yang ada di benak saya kini. Ya, saya memang kecewa, namun hidup harus
terus berjalan. Kegagalan ini memang harus dibayar dengan sangat mahal, namun kelak segalanya akan lunas terbayar dengan pembelajaran luar biasa yang Tuhan berikan untuk mendewasakan
saya. Semoga!
Seperti bianglala; Hidup memang selalu begitu. Kadang di atas, kadang
di bawah. Kadang kita tertawa dan kadang bersedih. Kadang bahagia namun kadang pula
harus menelan kekecewaan. Tiada jalan lain, selain menikmati tiap moment bialala kehidupanmu.
6 comments
semangat kakak! pasti ada hikmahnya. pasti Allah punya rencana lbih indah :)
ReplyDeleteSaalam Muthi,
DeleteAamiin yaAllah, terima kasih ya. Harus semangat! :D
kita cuma belum tau hikmah dari semuanya mba :).. sama kyk aku dulu... dipaksa pindah kuliah ama papa...pdhl aku udh jalanin 3 smester di univ yg lama di banda aceh... walopun iming2 pindahnya ke univ swasta di LN, tp ttp aja aku berontak waktu itu.. cuma papa ttp keukeuh.. pokoknya harus pindah! baru 2 thn aku bisa berterimakasih dan tau kenapa Tuhan kepengin aku pindah dan mengulang semua kuliah dr awal... krn trnyta banda aceh dilanda tsunami 2 thn kemudian... dan kalo aja aku ttp menolak pindah dr sana, mungkin aku jg ga bkl bisa BW seperti ini lagi :) .. jd memang, hikmah itu terkadang br kliatan bertahun2 sesudahnya..
ReplyDeleteSalaam Mbak Fanny,
DeleteBetul mbak, terkadang kita baru mengerti segala hikmahnya lama setelah kejadiannya yah, karena kembali lagi 'manusia selalu membutuhkan waktu untuk mendewasa'.
Wah nice share mbak, semoga aku bisa belajar dr semuanya, terima kasih sudah sharing mbak, insyaAllah rencana Allah pasti baik :')
kalau tidak ada kegagalan, tidak akan ada yang namanya belajar dari pengalaman.
ReplyDeleteTetap semangat, mbak!
Salaam irsyad,
DeleteTerima kasih yaaa, semangat terus! :D