Di minggu
sore yang teduh, seorang ayah sedang duduk-duduk tenang di
beranda rumah. Sambil sesekali menyesap kopi kesukaannya, ayah itu cukup serius membaca berita terkini di tab pribadinya. Hingga suatu
ketika, ketenangan ayah terusik setelah mendengar samar-samar suara
anak perempuannya menangis. Semakin lama suara tangisan tersebut semakin jelas. Dan seketika anak perempuan kesayangannya itu telah berada
di hadapannya dengan lutut yang berdarah-darah.
Dengan nada
merengek, anak tersebut mengadu kepada ayahnya bahwa ia baru saja terjatuh saat
bermain petak umpet. Anak perempuan itu bercerita bahwa ada seorang teman yang
mendorongnya hingga ia terjatuh. Setelah mendengarnya sang ayah tidak
buru-buru naik pitam kepada teman anaknya itu. Ia yakin, teman anaknya pasti tidak
sengaja melakukannya.
Dengan penuh perhatian, sang ayah membantu anaknya mencuci luka, memberikan alkohol, serta
membalutnya dengan perban. Sang anak yang sudah merasa agak baikan, sedikit
demi sedikit mereda tangisnya. Namun sang anak masih sesegukan setelah sang
ayah selesai mengurus lukanya.
“Coba sini
cerita sama ayah kenapa bisa begini?”
ujar sang ayah sambil meminta anaknya untuk duduk di pangkuannya. Sambil sesegukan
dan menghampiri sang ayah untuk duduk di pangkuannya, anak itu menceritakan apa yang terjadi. Dengan nada lembut ayah pun berkata pada anak perempuannya itu.
“Tapi dia udah minta maaf kan?”
“Tapi dia udah minta maaf kan?”
“Udah,
katanya gak sengaja. Tapi kan tetep aja aku sakit.” ujar sang anak sambil
sesegukan. Dengan tersenyum simpul, sang ayah mengusap kepala anaknya sambil berkata.
“Anakku,
terkadang hidup memang seperti itu. Ada orang-orang yang bisa memberi kita bahagia. Namun ada orang-orang
yang datang untuk memberikan luka. Seperti ayah yang terkadang memberimu hadiah
lalu kau bahagia. Namun temanmu yang tidak sengaja mendorongmu memberimu luka.
Ya begitulah hidup anakku. Namun dari luka itu kau dapat belajar banyak hal. Salah satunya adalah belajar memafkan. Memang diperlukan
kelapangan hati untuk bisa memafkan. Tapi orang-orang yang memiliki kelapangan
hati adalah orang-orang yang disayang Tuhan. Kamu mau kan disayang Tuhan?”
Anak perempuan yang usianya masih bisa dihitung jari itupun hanya menatap ayahnya kebingungan. Dengan usaha yang cukup keras, dia memaknai tiap perkataan ayahnya. Namun tetap saja, perkataan ayahnya sangat sulit dicernanya. Melihat kebingungan di wajah polos anaknya, sang ayah pun merasa gemas dan tak sabar ingin memeluknya.
Anak perempuan yang usianya masih bisa dihitung jari itupun hanya menatap ayahnya kebingungan. Dengan usaha yang cukup keras, dia memaknai tiap perkataan ayahnya. Namun tetap saja, perkataan ayahnya sangat sulit dicernanya. Melihat kebingungan di wajah polos anaknya, sang ayah pun merasa gemas dan tak sabar ingin memeluknya.
“Kelak kamu
akan mengerti, Nak!” ujar sang ayah sambil mendekap erat tubuh anak
perempuannya. Di dalam dekapan sang ayah, sang anak selalu merasa aman. Ada kekuatan yang hadir dan tak bisa dijelaskan
secara logika. Bahwa hanya dengan satu dekapan, segala
kekhawatiran maupun kegelisahan mendapat penawarnya.
0 comments