sumber gambar: disini
Sudah
bahagiakah kamu hari ini?
Pada suatu
waktu, saya melakukan observasi di sebuah sekolah di kota kelahiran saya. Saat menginjakkan
kaki disana, saya langsung disambut oleh laki-laki berusia lanjut. Beliau
menyapa saya dengan ramah dan mempersilahkan saya untuk menunggu kepala sekolah.
Karena kepala sekolah sedang berada di luar, maka jadilah saya
menunggu untuk waktu yang lama.
Disela-sela menunggu kedatangan kepala sekolah, Bapak tadi membuka percakapan dengan
saya setelah sedari tadi Beliau sibuk membersihkan teras sekolah. Saya menduga
bahwa bapak ini merupakan penjaga sekolah tersebut. Ternyata tebakan saya
benar, Beliau mengenalkan diri sebagai penjaga sekolah.
Menurut
cerita Bapak, Beliau menjaga sekolah tersebut sudah berpuluh tahun
lamanya. Beliau lupa kapan tahun persisnya. Bapak juga bercerita tentang istrinya yang telah meninggal belasan tahun
lalu. Jangan tanya tahun persisnya, karena lagi-lagi Bapak tidak dapat
mengingatnya. Dan dari pernikahan dengan istrinya tersebut, beliau tidak
dikaruniai anak. Jadilah kini Bapak hidup seorang sendiri.
Saat saya
bertanya, kenapa tidak pulang ke kampung saja? dengan tawa mengelakar, Beliau
menjawab, “Buat apa pulang ke kampung, Neng. Sodara saya udah pada meninggal
semua. Saya juga gak punya apa-apa di kampung. Enakan disini, saya punya banyak
cucu. Anak-anak sekolah udah saya anggep cucu saya sendiri. Kalopun saya mati,
saya mau dikubur disini aja.” Glek, saya pun terhenyak dengan jawaban Bapak.
Bagaimana
bisa Bapak menjawab dengan entengnya. Memutarbalikan semua standar kebahagiaan
kebanyakan orang; Menghabiskan hari tua dengan anak, cucu, keluarga, dan tidak
berkekurangan. Sedangkan bapak, hidup jauh dari kata berkecukupan. Gajinya
sebagai penjaga sekolah sangat tidak seberapa.
Setelah berpuluh tahun mengabdi, Bapak hanya diberikan kontrakan satu petak tanpa uang sewa. Ditambah Ia telah ditinggal mati istrinya, maka jadilah kini Ia hidup sebatang kara. Namun ia tetap berbahagia. Dia tetap menunjukkan tawanya yang renyah. Seakan semua keadaan yang bagi sebagian orang “tidak ideal” itu tidak mempengaruhi kebahagiaannya sama sekali. Ya, dia tetap berbahagia.
Setelah berpuluh tahun mengabdi, Bapak hanya diberikan kontrakan satu petak tanpa uang sewa. Ditambah Ia telah ditinggal mati istrinya, maka jadilah kini Ia hidup sebatang kara. Namun ia tetap berbahagia. Dia tetap menunjukkan tawanya yang renyah. Seakan semua keadaan yang bagi sebagian orang “tidak ideal” itu tidak mempengaruhi kebahagiaannya sama sekali. Ya, dia tetap berbahagia.
“Bapak mah
Neng, asal masih bisa sehat, masih bisa kerja, masih bisa bantu orang, udah
alhamdulillah. Gak pernah minta macem-macem sama Gusti Alloh. Pernah tuh yah
Neng, ada orang tua murid mau kasih rumah ke bapak, tapi Bapak gak mau. Buat
apa? lah Bapak gak punya anak cucu buat diwarisi. Kontrakan dari sekolah udah
cukup buat Bapak tinggalin sendiri.” seloroh Bapak sambil menunjukkan barisan
gigi-gigi palsunya yang berjajar rapih.
Ah Bapak,
sungguh saya mengangumi pola pikirnya yang sangat sederhana. Saya menduga bahwa
kebahagiaan menurutya adalah sewaktu kita tidak memiliki apa-apa. Karena disaat kita menuntut diri untuk memiliki banyak hal, maka saat hal itu pergi banyak
kemungkinan kita akan kecewa. Sayangnya percakapan saya dengan Bapak harus
terhenti setelah Bel sekolah dengan lantang berbunyi. Bel kala itu menandakan
jam istirahat siswa dan Bapak harus kembali ke pekerjaannya. “Bapak,
tinggal dulu yang, Neng.” pamit Bapak dengan senyum mengembang.
Sekilas,
saya teringat kembali dengan cerita Bapak tentang orang tua murid yang ingin
membantunya membelikan rumah. Mungkin bagi sebagian orang menganggap keadaan Bapak
layak dibantu dan perlu dikasihani. Berusia lanjut, seorang diri tanpa
anak istri, juga tak memiliki uang banyak. Namun Bapak mematahkan segala asumsi
itu. Beliau dapat mendobrak pola umum yang diterapkan banyak orang tentang
sebuah kebahagiaan. Dengan kondisinya, Bapak tetap bisa mencecap kebahagiaan
dengan mudahnya.
Dari
percakapan singkat saya dengan Bapak penjaga sekolah kala itu, saya banyak
mengambil hikmah. Bahwa kita yang mengatur standar kebahagiaan hidup kita
sendiri. Tak perduli dengan pola umum kebahagiaan yang sering diterapkan orang
lain. Jika kebanyakan manusia memiliki standar kebahagiaan yang terlalu tinggi pada
dirinya, Bapak sama sekali tidak. Dengan keadaannya yang seperti itu, dia tetap
berbahagia.
Sebagian manusia
banyak meletakkan standar kebahagiaan yang terlalu tinggi, namun dia malah lupa untuk
berbahagia. Sedangkan bagi Bapak, bahagianya cukup sederhana. Bisa mensyukuri
setiap tarikan napas yang Tuhan berikan setiap hari adalah kebahagiaan tersendiri untuknya. Ah bapak, sepertinya menjadi orang paling berbahagia yang
saya temui hari itu dan saya pun turut berbahagia, karena telah dipertemukan olehnya. Ternyata kebahagiaan menular, ya! :D
Kamu, jangan
lupa bahagia yah!
18 comments
Karena untuk bahagia, memang selalu sederhana. Don't worry be happy! :D
ReplyDeleteSalaam imam,
DeleteBetul! Semoga selalu berbahagia :D
Sebuah jalan mencapai bahagia memang, dengan cara menolak kebahagiaan dari sistem nilai kekayaan, kekuatan, dan kepamoran. Udah sehat juga alhamdulillah.
ReplyDeleteSalaam arif,
DeleteSetuju,
Ada banyak jalan untuk bahagia, namun terkadang dikaruniai kesehatan merupakan hal yg sering luput untuk dirayakan sebagai bentuk kebahagiaan :D
Nice post. Ya, kebahagiaan itu menular kok, gua juga sering ngalamin :-)
ReplyDelete"Kita yang ngatur standar kebahagiaan kita sendiri". Bagus kalimatnya. Semua emang tergantung pola pikir kita, mau bahagia ngga harus ngelihat keadaan. Seburuk apapun kejadian yang menimpa kita, kalo kita bisa bersyukur, mengambil hikmah dari situ, insya allah kita bisa bahagia, kayak yang dialamin Bapak penjaga sekolah itu. Justru orang yang dikaruniai macem-macem cenderung kurang bahagia kalo dia ga bisa bersukur.
Salaam Bayu,
DeleteYa menurut saya setiap org punya standar kebahagiaannya sendiri2. Kebahagiaan yang luar biasa bagi si A bisa saja menjadi hal remeh temeh bagi si B, semua memang kembali pada diri masing2 :)
Terima kasih sudah blog walking yah :D
Hahaha. Bahagia itu bersyukur karena masih bisa ada dan hidup di saat ini. :D
ReplyDeleteSalaam khoirina,
DeleteBetul, bahagia emang sederhana yah :D
Bahagia itu kita yang menciptakan dan pilihan untuk bahagia ada di kita :)
ReplyDeleteSetuju banget titis ;)
DeleteSaya pernah seperti ini:
ReplyDeletePagi bangun dengan cemberut, bete. Nggak bahagia.
Sepanjang hari, semua kegiatan kacau, saya jadi mudah marah.
Lalu saya pernah bangun dengan senyum, dengan bahagia.
Eh sepanjang hari, saya bahagia, cekikikan, dan seru.
So, bahagia menurutku adalah sugesti untuk kita sendiri.
Salaam wignya,
DeleteSetuju! kalo bahagia sebenernya sugesti diri kita sendiri dan pagi merupakan awal yg baik untuk memulai berbahagia sepanjang hari. Selamat berbahagia :D
bahagia itu sederhana ya
ReplyDeleteSalaam tira,
DeleteBisa dibilang sederhana banget :D
Bahagia itu kita sendiri yang tentukan :)
ReplyDeleteSalaam qiqi,
DeleteKalo kata upin ipin, "betul betul betul" :D
iya yah... bahagia itu gak usah banyak pikiran..
ReplyDeleteSalaam puputs,
DeleteBetul betul betul jangan banyak pikiran hihihi