“Chi, gue mau ke Bandung besok. Anterin gue jalan-jalan ya.” Kira-kira
begitulah pesan singkat yang dikirim salah satu sahabat perbolangan saya. Sebut
saja namanya Reo (nama asli, bukan samaran). Reo yang bekerja di salah satu
stasiun tv swasta, memang memiliki jadwal syuting yang cukup padat. Tak
heran saat mendapat hak cutinya, dia langsung bergegas untuk berlibur dan
Bandung merupakan salah satu destinasi tujuan liburannya.
Sesampainya Reo
di Bandung, saya langsung menjemputnya di gang dekat kostan saya. Beruntung,
teman saya mau menampung Reo selama dia menginap di Bandung. Itung-itung memangkas
anggaran menginap di hotel. Prinsipnya mungkin begini, “Selama ada yang gratis, kenapa harus cari yang bayar ?” hehee.
Malam harinya kami merencanakan destinasi yang akan dituju untuk esok hari. Karena Reo hanya memiliki waktu satu hari untuk menjelajah Bandung,
alhasil kami memilih one stop vacation
agar bisa menikmati perjalanan satu hari full.
Saya
langsung menyodorkannya beberapa tempat liburan yang menurut saya bagus namun
juga terjangkau oleh kantong backpacker seperti
kami. Salah satunya adalah Bukit Moko dan Patahan Lembang. Saya memang telah
beberapa kali kesana, namun rasanya tidak akan pernah puas dan cukup jika
mengunjunginya sekali dua kali. Bukit Moko dan Patahan Lembang seperti memiliki
daya magnet tersendiri dalam merayu saya untuk kembali. Keesokan harinya, kami
pun berangkat ke Bukit Moko dengan beberapa teman seperjuangan saya.
Untuk sampai
ke Bukit Moko, kami harus melewati jalan panjang, berliku, dan menanjak. Tak
jarang kami menjumpai tanjakan yang terjal, sehingga pengecekkan rem kendaraan
sebelum berangkat adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan. Selama perjalanan ke
Bukit Moko, saya menyempatkan diri untuk menengok sekeliling. Memandangi berbagai
macam bukit-bukit yang terbentang, rumah-rumah warga, ladang sayuran, serta gazebo-gazebo
rumah makan yang menawarkan view kota
Bandung dari ketinggian. Semua seakan menyatu menambah harmoni dalam perjalanan saya kala itu.
Sesampainya
kami di Bukit Moko, kami langsung disambut dengan udara yang amat dingin dan kabut
tebal yang menyelimuti wajah Bandung dari ketinggian. Hal inilah yang selalu
saya rindukan. Kabut tebal, udara dingin yang menusukki tulang, awan yang
berarak, cicitan burung, serta suara gesekan dedaunan pada pohon-pohon yang
teduh. Ya, Bukit Moko masih selalu sama.
Setelah puas
menikmati Bukit Moko, kami pun memutuskan untuk hiking ke Patahan Lembang. Memerlukan waktu kurang lebih 45 menit
hingga 1 jam untuk bisa mencapai Patahan Lembang dari Pos Awal di Bukit Moko. Pada
perjalanan hiking kala itu, saya
lebih banyak menyesapi setiap apa yang tertinggal pada perjalanan sebelumnya. Memperhatikan
sekeliling juga sesering mungkin menghirup udara dalam-dalam.
Hingga setelah perjalanan panjang nan melelahkan, sampailah kami di Patahan Lembang. Patahan Lembang masih terlihat sama, seperti terakhir saya kesana. Dan rasa yang timbul pun tetap sama. Otak saya seperti mengenali ciri-ciri rasa itu, dengan sigap dia mengaktifkan jutaan neuron untuk memproduksi hormon endorfin. Jadilah ia kumpulan rasa yang sepertinya akan selalu saya rindukan untuk hadir kembali.
Tak penting
seberapa banyak berjalan ke tempat yang sama, namun bagi saya setiap
perjalanan memiliki ceritanya sendiri. Saya lebih suka memaknai perjalanan kala
itu dengan perjalanan rasa. Semuanya bergumul menjadi satu. Ternyata disetiap perjalanan
tidak hanya melulu soal menikmati pemandangan saja. Ada yang lebih dalam dari
sekedar sebuah destinasi. Yaitu menikmati setiap rasa yang timbul dari setiap
perjalanan yang telah dilalui.
Kadang terbesit
pertanyaan di dalam diri saya, tentang mengapa kita harus berjalan dan mengapa harus
terus melangkahkan kaki. Mungkin jawabnya adalah karena saya mencintai
perjalanan rasa yang tercipta setelahnya. Di setiap tempat dimana kaki saya
berpijak, maka secara otomatis rasa itu akan bergelanyut manja di hati saya. Bahagia,
sedih, haru, damai, serta syukur bagaikan turbulensi rasa yang berputar-putar
di dalam hati. Dan seperti yang saya bilang tadi, otak saya akan mengenali ciri-ciri
setiap rasa, merekam, serta menagih untuk kembali hadir suatu saat nanti.
Kamu, sudahkah mengalami perjalanan rasamu?
7 comments
Buset!! keren banget!!
ReplyDeletejadi pengen ke sana...
salam kenal, mbak....
Salaam reza,
DeleteAhaha nah makanya hayuk ka bandung! :D
Waah! bukit moko! salah satu tempat favorit kalu lagi liburan ke bandung nih :)
ReplyDeleteSalaam fahmi,
DeleteWah sama dong, hayuk explore bandung lagi :D
sepertinya kalau ke maen ke Bandung harus memasukkan tempat ini ke list tempat yang akan dikunjungi nih.
ReplyDeleteSalaam diah,
DeleteHarus banget dikunjungi mbak :D
kak boleh minta recommend buat jalan jalan ala backpacker ke bandung? hehe terima kasih
ReplyDelete