Siang itu
langit tampak cerah, berwarna biru laut dengan kepulan awan menggumpal bagai
kapas-kapas lembut permen gulali. Memang terlihat indah langit siang itu.
Dengan suasana yang tidak begitu ramai dikarenakan sejumlah orang sedang melaksanakan
sholat jum’at, sehingga aku menjadi lebih khusyuk dalam memandanginya. Di
tengah raga yang lelah dan semangat yang hampir memudar, aku melihat ada yang
berbeda pada langit siang itu. Bagai seorang buta yang melihat secercah cahaya
atau bagai seorang tuli yang mendengar nyanyian indah burung-burung.
Pada langit siang itu, aku melihat mimpi-mimpiku menggantung di angkasa, melambai-lambai manja seakan menggoda untuk segera dijemput. Mimpi-mimpi itu begitu tinggi, juga begitu jauh. Ada yang bergetar di dalam hati, sebuah keraguan. Yah sebuah keraguan. Apakah aku dapat menggapainya ?
Pada langit
siang itu, aku melihat wajah ibu. Wajah wanita yang paling kusayangi. Terlihat
jelas pada wajahnya guratan-guratan menua, seakan itu semua menjadi saksi betapa
keras perjuangan hidupnya. Wajah wanita penuh harap yang menggantungkan asanya padaku,
pada mimpi-mimpiku. Wajah wanita yang pada sorot matanya dapat kurasakan
kepedihan, namun dengan pandainya ia menutupi rapat itu semua di depan
anak-anaknya. Sehingga yang terlihat hanya sosok wanita yang kuat, walau harus
berjuang sendirian.
Pada langit
siang itu, aku juga melihat wajah ayah. Wajah yang tidak bisa lagi kulihat
secara kasat mata. Wajah yang hanya bisa kuingat dan kukenang sendiri dalam
beribu doa. Terbayang kenangan masa kecil penuh kebahagian yang kuhabiskan
bersama ayah. Bercerita tentang mimpi dan harapan-harapan yang berakhir indah. Wajah
ayah yang penuh dengan keteduhan, seakan membisikkan bahwa semua akan baik-baik
saja. Wajah ayah yang kuharap kini tengah berbahagia disisi Tuhan.
Pada titik
terlelah dalam hidup, adakalanya aku ingin menyerah. Melupakan segala
perjuangan yang telah aku lakukan hingga aku berada pada titik ini. Melupakan
segala harapan orang-orang yang banyak menggantungkan asanya pada diriku.
Rasanya ingin berhenti saja. Namun langit siang itu mengingatkanku bahwa hidup
patut diperjuangkan. Seakan mencambukkiku untuk terus berlari dan mengejar
mimpi-mimpi. Teringat kembali dengan apa yang telah orang tua perjuangkan hingga
aku sampai pada titik ini. Segalanya telah mereka lakukan agar aku tidak pernah
berhenti untuk berlari, berlari mengejar mimpi-mimpi. Lalu, pantaskah aku untuk menyerah ?
Terkadang
hal-hal sederhana memang dapat mengingatkanmu dengan berbagai hal. Mengingatkan kembali untuk
segera mengusir segala rasa malas yang merongrong di dalam diri. Termasuk juga menamparmu
untuk dapat bangkit dan tidak nyenyak terlelap.
Kini mungkin saatnya untuk berpayah-payah, berlari ribuan kilo
hingga kaki terasa kebas, menangis sederas-derasnya hingga berkawan dengan rasa
pedih, juga menenun doa-doa yang terus-menerus dirapalkan agar Tuhan
mendengarnya. Namun kelak kita dan mimpi-mimpi yang kita gantungkan jauh tinggi
di angkasa; akan dipertemukan Tuhan pada waktu yang pantas. Semoga!
Masih ingin menyerah ?
Terima kasih
langit yang indah pada sebuah siang di salah satu kampus teknologi terbesar di
Bandung.
8 comments
Jangan menyerah,,,,setuju cyin..,,:)
ReplyDeleteEngga boleh nyerah, cyin! Mangatsss! :D
DeleteKarena saat menyerah saat itulah kau memilih gagal. Semangaat
ReplyDeleteSalaam Marfa,
DeleteSetuju banget, semangat terus! :D
Siip, jangan pernah menyerah :) selalu ingat akan mimpi2 yg blm tergapai
ReplyDeleteSalaam Zalfaa,
DeleteBetul, salah satu yang menguatkan untuk tidak menyerah adalah masih banyak mimpi yang harus digapai :D
Semangat sama mimpi dari awal :)
ReplyDeleteSemangat terus fik :D
Delete