sumber gambar: disini
Cerita ini
bermula saat suatu sore aku berteduh di salah satu warung makan langgananku di
dekat pasar. Setelah selesai makan, hujan pun turun cukup deras sedang aku lupa
membawa payung. Jadilah aku menunggu derasnya hujan berhenti. Tak jauh dariku,
ada seorang laki-laki paruh baya yang juga sedang berteduh. Dia membawa 2
keranjang mangga beserta pikulannya. Saat aku memperhatikannya, dengan senyum
ramah serta logat sundanya yang khas laki-laki itu menawarkan dagangannya
kepadaku. Awalnya aku tidak begitu tertarik, namun akhirnya aku menyerah untuk
membeli dagangannya.
Hujan tetap pada
pendiriannya, ia tetap deras dan tak mau kalah dengan waktu. Aku pun harus
lebih lama menunggu selesainya hujan di sore itu. Laki-laki paruh baya yang
kukenal dengan sebutan Bapak itu membuka percakapan denganku, beliau bertanya tentang
asal usulku, sedang apa di Bandung, dll. Hingga tiba pada giliran Bapak bercerita
tentang kehidupannya. Ditinggal istrinya meninggal dunia saat ketiga anaknya
masih kecil-kecil, memutuskan untuk tidak menikah lagi, dan memilih membesarkan
ketiga putrinya seorang diri. Di sisi lain, aku salut dengan Bapak. Bagaimana
tidak, beliau memilih untuk membesarkan anaknya seorang diri tanpa berniat
menikah lagi. Ya kembali lagi hidup adalah pilihan.