Manusia bisa belajar dari siapapun dan kapanpun. Termasuk belajar tentang
cinta dan ketulusan dari anak-anak berkebutuhan khusus.
Pagi itu aku terburu-buru
datang ke sekolah, diantar dengan ojek langgananku kami berusaha menerobos
macetnya jalanan ibukota. Sesampainya di sekolah, aku langsung berkumpul dengan
guru-guru yang lain di library untuk
melakukan kegiatan rutin kami di pagi hari yaitu Morning Prayer. Tak beberapa lama kemudian, seperti biasa di jendela kaca library sudah ada seseorang yang secara diam-diam
mengamatiku dengan serius. Mengendap-endap dan berusaha meneropong dengan
tangannya untuk melihat lebih jelas ke arahku. Jika aku tidak menghampirinya
maka sudah bisa dipastikan dia tidak akan mau pergi dari kaca library itu.
“Assalamualaikum, Aby!” sapaku sambil
menghampirinya.
“Heiiii! Waalaikumsalam, Ms. Chia!”
jawab Aby diselingi senyuman yang merekah.
“Wah Aby sudah datang? Sarapan apa
tadi di rumah?”
“Yaaa, sarapan gulaiiiiiii!” jawab
Aby dengan mata berputar-putar.
“Wah enak pasti! Ms Chia boleh minta
gak?”
“Yaaa boleh! Di rumah, tanjung mas
raya” jawabnya dengan wajah yang menggemaskan.
“Aby hari ini bawa uang jajan
berapa?” tanyaku sambil merogoh kantong bajunya.
“Dua ribu, empat ribu, enam ribu,
delapan ribu, sepuluh ribu! Yaaa sepuluh ribu!” jawabnya sambil serius menghitung
dan mengurutkan angka nominal pada 5 lembar uang pecahan 2000an.
“Good Job, Aby! Sekarang aby ke kelas
yah, ms chia mau morning prayer dulu,
Oke!” tutupku sambil memberikan telapak tangan dan kamipun saling ber ‘tos’
ria. Dan dengan segera Aby meninggalkanku dengan langkah berhati-hati menuju
kelas. Dari kejauhan aku memandangi Aby hingga lama-kelamaan punggungnya
menghilang dari pandanganku.
Itu adalah sekelumit
kebiasaan di pagi hari yang aku lalui bersama Aby; murid ‘berkebutuhan
khusus’ku. Setiap pagi ia selalu menghampiriku di library dan menyapaku dengan riang. Kami saling bertegur sapa untuk
melatih komunikasi verbalnya dan juga aku selalu meminta Aby untuk menghitung
uang jajannya. Ini dilakukan semata-mata untuk melatih kemampuannya dalam menghitung
dan mengidentifikasi uang.
Aby dengan perawakan yang cukup gemuk,
mempunyai wajah yang sangat innocent
dan selalu membawa keceriaan bagi sekitarnya. Ada beberapa hal yang sangat ia
sukai dan menjadi kebiasaannya, seperti: Ia sangat hafal dengan seluruh dialog
film “Ice Age” (bahkan seringkali
menirukan dengan sangat mirip bagaimana tokoh kartun kesayangannya itu
berbicara), mengamati dengan penuh ketertarikan saat kipas angin berputar,
mengawasi dengan serius pergerakan jarum jam, dan mendengarkan dengan seksama saat
speaker kelas mengumumkan pergantian
jam di sekolah.
Yah aku adalah Guru
Pendamping Khusus di salah satu sekolah inklusif di Jakarta, dan Aby adalah
salah satu murid “istimewa”ku. Mengapa kukatakan istimewa? Karena bagiku setiap
anak adalah istimewa, sekalipun dia anak berkebutuhan khusus.
Aby mungkin terlahir ke
dunia dengan segala “keterbatasannya” namun siapa yang mengira bahwa dia datang
bagaikan cahaya. Selalu menerangi sekelilingnya dengan keceriaan dan
ketulusannya. Ia selalu memberi salam ketika bertemu dengan guru dan selalu membuat
gemas orang-orang disekitarnya dengan tingkah lakunya yang lucu, hingga tak
jarang banyak orang yang ingin mencoba mencubitnya karena gemas.
Dibalik keterbatasan yang
Aby punya, ia termasuk anak yang pantang menyerah. Ia tidak akan pernah tenang
apabila tugas-tugas yang kuberikan belum diselesaikannya. Ia tidak pernah
mengeluh dengan banyakkan tugas yang kuberikan. Yang ia lakukan hanya berusaha
mengerjakannya hingga selesai. Tidak ada
kata protes, tidak ada kata mengeluh. Aby pun tidak pernah canggung saat tampil
di depan orang banyak, entah membaca puisi, berpidato bahkan menari mampu
dilakukannya dengan penuh percaya diri.
Aku memang guru
pendamping khususnya. Namun aku justru banyak belajar dari nya. Aby mengajariku
untuk tidak mengeluh walau sebanyak apapun hal-hal yang harus kukerjakan. Aby
mengajariku untuk tidak terlalu mengambil pusing dengan segala permasalahan
yang ada. Dan yang paling penting, Aby mengajariku arti kata bersyukur bahwa ternyata
mengajar bukanlah sekedar bekerja untuk mendapat uang. Namun aku turut andil
dalam mendidik anak istimewa yang Tuhan percayakan padaku. Dan Aby adalah salah
satunya.
Aby adalah anak-anak yang
diciptakan Tuhan lengkap dengan segala kelebihan serta kekurangannya. Walaupun
Aby adalah seorang anak berkebutuhan khusus, namun Tuhan tidak pernah lupa
meletakkan cinta dan kasih pada hati setiap manusia, termasuk pada diri dan
hati Aby. Bahkan aku bisa memastikan Aby memiliki cinta yang tulus tanpa pamrih
yang ia sebarkan untuk orang-orang yang ia sayang. Cinta untuk orang tuanya,
adik-adiknya, teman-temannya, guru-gurunya, dan bahkan aku sebagai guru
pendamping khususnya.
Kegiatan mengintip dari
jendela kaca library yang ia biasa
lakukan di pagi hari adalah untuk memastikan aku telah datang ke sekolah. Dan
aku rasa itu adalah bentuk rasa cintanya kepadaku, yang ia tunjukkan dengan
sederhana. Memakan bekal dengan lahap saat istirahat adalah bentuk rasa cinta
Aby kepada mamanya yang telah memasak untuknya. Ini adalah salah satu bentuk
cinta Aby yang ia tunjukkan dengan sederhana. Dan selalu memberi salam dengan
senyuman termanis adalah bentuk cinta dan kasih sayang yang Aby tunjukkan
kepada guru-gurunya. Hal ini pun ia tunjukkan dengan sederhana.
Aby mungkin tidak mengerti
apa itu definisi cinta. Namun baginya cinta adalah kesederhanaan. Sesederhana
kicauan burung di pagi hari, sesederhana semilir angin yang berhembus, dan
sesederhana kepakkan kecil sayap kupu-kupu. Ia tidak pernah meminta imbalan
dari kesederhanaan cinta yang ia berikan. Baginya saat orang disekitarnya
berbahagia, ia pun akan berbahagia. Cinta yang sederhana. Namun dari
kesederhanaan itulah, aku banyak menggambil hikmah dan pelajaran hidup. Dari
berbagai rentetan takdir, hingga aku dipertemukan dengan Aby; salah satu murid
istimewaku. Bahwa ‘kita tidak perlu menjadi hebat untuk menebarkan cinta dan kasih
namun cukup memiliki hati yang tulus untuk menebar kebahagiaan untuk semua
orang. Disitulah cinta dalam kesederhanaan ditemukan’.
Aby,
Kemanapun kau terbang nanti, semoga kedua sayapmu akan selalu kuat dalam
mengarungi semesta .
Kemanapun kau berlayar nanti, semoga kau menjadi nahkoda ulung yang dapat
membaca lautan.
Dan kemanapun kau pergi nanti semoga langkahmu selalu diterangi cahaya.
Untuk menjadi terang bagi sesama
Regards,
Your Aid Teacher, Ms. Chia.
(Tulisan ini kupersembahkan untuk
semua anak-anak istimewa dari orang tua luar biasa yang tak pernah lelah
berjuang di luar sana, I Love You {} )
4 comments
Aaaaaah Mengharukaaan :')
ReplyDeleteSalaam! terima kasih sudah menyempatkan untuk membaca :")
ReplyDeleteaku juga punya anak special....
ReplyDeletenamanya Robi.
Dia tidak akan mau pulang sebelum berdoa dan salim padaku....
dia anak dengan hambatan intelektual.
cerita kita hampir sama, kita yang belajar pada mereka....
Salaam safaruddin,
DeleteIya betul sekali, menjalani hari-hari sebagai guru bagi anak-anak berkebutuhan khusus memang luar biasa dan sayapun banyak belajar dari mereka. Menjadi saksi hidup dari pertumbuhan anak-anak berkebutuhan khusus, bisa dibilang karunia :')